Selasa, 03 Juli 2012

Bahasa manusia adalah "produk budaya"

“Bahasa adalah cermin budaya,
dan semua budaya selalu berangkat dari paradigma”.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta jagad raya, pencipta segala dengan cinta, penyatu segenap manusia dengan rasa, pengajar manusia agar mampu berkata, pencipta raga dan sukma segala, pencipta karsa dan pemenuh asa, pemersatu manusia dengan bahasa yang merupakan tanda. Shalawat serta salam selalu terhatur dan tercurah kepada Baginda Muhammad Rasul Allah makhluk tuhan paling sempurna, utusan Tuhan yang memiliki perilaku laksana kencana, seorang yang diutus untuk menyempurnakan etika, penerang gulita semesta manusia dengan lentera agama. Semoga kita termasuk orang yang mendapat ridho Allah dan syafa’at rasul Allah disetiap derap jalan dan hembusan kehidupan di dunia sampai besok di alam baka.   

a.    Bahasa adalah tanda.
Bahasa adalah suatu sistem dalam lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai masyarakat untuk berkomunikasi, bekerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, dan bahasa tulisan merupakan bahasa sekunder. Maksud dari arbitrer adalah tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Bahasa dibentuk oleh aturan serta kaidah yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan dalam komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat.
Bahasa adalah simbol atau tanda yang mengungkapkan tentang sebuah benda dan mengidentifikasinya dari yang lain. Bahasa sebagai simbol berarti ia adalah ciri atau tanda yang mewakili suatu benda dan sekaligus membedakannya dengan yang lain. Keterbatasan bahasa menyebabkannya tidak mampu menjelaskan hakikat sebuah benda dengan utuh. Karena bahasa adalah tanda, dan tanda itu berbeda dengan yang ditandai atau dicirikan.
Menurut pendapat mayoritas atau jumhur ulama’, bahasa adalah tawqiify atau sesuatu yang bersifat pengajaran dari Tuhan melalalui wahyu atau melalui penciptaan suara-suara maupun ilmu yang bersifat dhoruury.  Pendapat ini disandarkan kepada suatu ayat yang menerangkan bahwa Allah telah mengajarkan semua nama segala sesuatu kepada manusia.

b.    Bahasa Arab dan keistimewaannya.
Bahasa Arab pada masa sekarang adalah bahasa dunia dan bahasa internasional kedua setelah Bahasa Inggris. Dalam sejarahnya, bahasa arab pernah menjadi bahasa internasional sewaktu Islam jaya, tepatnya pada zaman Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah. Namun, ketika Islam mengalami kemunduran, bahasa yang dipilih Allah untuk Al Qur’an ini posisinya tergeserkan oleh Bahasa Inggris, dan sampai sekarang pun Bahasa Inggris masih menghegemoni dunia dan menjadi yang pertama. Meskipun begitu, Bahasa Arab tetap memiliki daya tarik tersendiri. Begitu banyak keistimewaannya sampai-sampai Al Qur’an mengidentikkan orang yang memahaminya sebagai orang yang berakal.  Bukan karena Bahasa Arab sebagai bahasa surga menjadi teristimewa, akan tetapi karena ia merupakan satu cara ataupun sarana yang bisa ditempuh manusia untuk menemukan akalnya.
Beberapa keistimewaan Bahasa Arab yang dapat kita lihat, diantaranya adalah:
1.    Al Qur’an menggunakan Bahasa Arab. Al Qur’an adalah kalam Allah yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan medium Bahasa Arab secara mutawatir.  Al Qur’an merupakan landasan ajaran-ajaran Islam yang pertama dan yang utama. Ia juga merupakan sumber pengetahuan bagi Islam mengenai segala sesuatu yang ada di dunia, sumber  informasi yang memuat berbagai kabar tentang masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Posisi Al Qur’an dalam Islam begitu signifikan. Ia menjadi mukjizat yang membenarkan risalah Muhammad. Kata-katanya begitu indah dan syarat akan sastra. Akan tetapi, mengapa Allah memilih Bahasa Arab sebagai medium untuk menerjemahkan risalahNya?. Disinilah letak dimana Bahasa Arab teristimewa.
2.    Bahasa Arab begitu rumit. Sesuatu yang rumit dan sulit bukanlah hal yang remeh. Justru sebuah hal yang sulit itu menunjukkan bahwa derajatnya lebih tinggi dari hal yang mudah. Dibanding bahasa kita dan Bahasa Inggris, Bahasa Arab lebih rumit karena ia memiliki lebih banyak kata ganti, begitu banyak kata serta derivasinya yang bervariasi. Begitu banyak aturan, baik itu mengenai nahwu atau sharaf yang membuat kita bekerja lebih keras dalam memeras otak untuk mempelajarinya dari bahasa lain.
3.    Bahasa Arab memiliki keunikan dalam makna. Semua kata yang berbeda makna juga wazan akan tetapi sumbernya atau asal katanya sama memiliki keterkaitan makna dan ada keserasian makna antara satu kata dengan kata lain meski maknanya berbeda. Seperti kata Qowmun (kaum/rakyat), Qoyyim (yang lurus/benar), Qiimah (harga), Qowaam (keadilan). Beberapa kata tersebut memiliki keserasian makna yang unik, yaitu bahwa sebuah kaum bisa sejahtera, aman dan tentram serta memiliki harga diri yang tinggi jika kaum tersebut menjunjung tinggi keadilan. Ini merupakan salah satu contoh kecil yang ditemukan penulis yang menunjukkan bahwa Bahasa Arab begitu indah dan begitu memanja akal manusia.
4.    Bahasa Arab memiliki kontrol yang menjaganya dari perubahan ataupun peralihan yang sifatnya dapat merusak karakteristik bahasa. Kontrolnya atau pakem bahasa yang dijadikan rujukan adalah Al Qur’an. Sehingga keindahan Bahasa Arab tidak luntur oleh waktu, karena Al Qur’an akan masih eksis sampai hari kiamat nanti.


c.    Antara Bahasa Arab dan bahasa kita.
Bahasa Arab dan bahasa kita Indonesia memiliki banyak perbedaan dalam hal gramatikal dan yang lainnya. Penulis dalam hal ini sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan bahasa sendiri dan mengunggulkan Bahasa Arab sehingga dapat disimpulkan dan dikata sebagai orang yang tidak cinta negeri. Penulis hanya ingin mengungkapkan perbandingan antara keduanya kemudian dari hal tersebut dapat diketahui perbedaan, kelebihan dan kekurangannya.
Dalam Bahasa Arab, kata ganti atau dhomiir jumlahnya lebih banyak dari bahasa kita. Kata ganti yang lebih banyak tentunya berimbas pada hal yang lain, seperti banyaknya bentuk kata maushul, isyaroh, fi’il (baik itu maadhi, mudhoori’, amr) dan isim. Keberagaman inilah yang membedakan Bahasa Arab dengan Bahasa kita. Sering kali banyak kata dalam Bahasa Arab tidak kita temukan terjemahan yang sebanding dalam bahasa kita, seperti kata-kata fahima, ‘alima, ‘arofa, daroo, faqiha yang dalam bahasa kita biasanya sama-sama diartikan “tahu”, padahal antara satu dan yang lain dari kata tersebut memiliki perbedaan yang mendasar. Didalam Bahasa Arab juga ditemukan susunan kalimat yang tidak ada dalam bahasa kita, seperti jumlah fi’liyyah yang terdiri dari fi’il dan fa’il atau predikat dulu baru subyek.
Bahasa adalah tanda dan simbol. Sebuah tanda yang dengannya bisa diketahui sejauh mana peradaban pemiliknya serta bagaimana kebudayaan dari pemilik bahasa itu sendiri. Bahasa kita Indonesia berbeda dengan Bahasa Arab karena budaya kita dan mereka berbeda. Dari budaya kita dapat mengetahui bagaimana paradigma sebuah kaum atau kelompok, dan tentunya paradigma kita dan paradigma mereka orang Arab berbeda.

d.    Pengaruh budaya dalam bahasa.
Salah satu produk budaya adalah bahasa atau dalam bahasa lain, budaya melahirkan bahasa. Bahasa adalah sebagian dari budaya yang merupakan identitas dari sebuah masyarakat yang dengannya dapat diketahui kebudayaan dan peradaban mereka. Perbedaan bahasa di dunia ini menunjukkan bahwa manusia dan budayanya berbeda-beda. Dialek maupun intonasi dalam melafadzkan sebuah bahasa dapat menggambarkan kepribadian sebuah bangsa atau kelompok, semisal perbedaan intonasi dan dialek bahasa orang yang suka melaut atau miyang, orang pegunungan, dan orang perkotaan dapat menggambarkan kepribadian mereka.
Tadi, sudah penulis jelaskan bahwa bahasa adalah tawqiify atau pengajaran langsung dari Tuhan melalui wahyu atau melalui penciptaan suara-suara atau ilmu dhorury. Dalam bahasa, faktor konteks maupun geografi sangatlah berpengaruh. Semisal kata teklek (bahasa Jawa) dengan kata Qobqob (Bahasa Arab) yang artinya sama-sama sandal yang terbuat dari kayu. Orang Jawa menyebut sandal yang terbuat dari kayu dengan sebutan teklek karena besar kemungkinan mereka mendengar bunyi teklek-teklek ketika sandal kayu tersebut digunakan. Dan bunyi sandal kayu Jawa yang orang Jawa menyebutnya teklek dengan bunyi sandal kayu Arab tentunya berbeda. Orang Arab menyebut sandal kayu yang terbuat dari kayu dengan sebutan Qobqob besar kemungkinan mereka mendengar bunyi qob-qob ketika sandal tersebut dikenakan. Disinilah letak alasan mengapa bahasa itu berbeda-beda, satu potret kecil bahwa sandal kayu ketika dipakai di Jawa yang tanahnya lebih padat dari Arab mengeluarkan bunyi teklek-teklek sehingga disebut orang Jawa dengan teklek, dan sandal kayu ketika dipakai di Arab yang notabenenya merupakan daerah berpasir mengeluarkan bunyi qob-qob sehingga pada akhirnya orang Arab menyebutnya dengan Qobqob.
Betapa budaya sangat memiliki pengaruh yang signifikan dalam sebuah bahasa. Semua budaya berangkat dari paradigma. Sedangkan paradigma dapat terbentuk melalui persepsi atau interpretasi seseorang terhadap sesuatu. Orang Jawa sangat menjunjung tinggi tata krama atau unggah-ungguh dan juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hirarki sosial sehingga hal tersebut menimbulkan adanya pengklasifikasian bahasa berdasar tata krama, seperti adanya Bahasa Jawa ngoko, Bahasa Jawa krama madya, dan Bahasa Jawa krama inggil. Dalam budaya Jawa terdapat hirarki yang menyebabkan adanya sebutan-sebutan hirarkis dalam memanggil seseorang seperti mas, mbak, dik, ibu, bapak, mbah putri, mbah kakung, bulek (ibu cilek), bude (ibu gede) dsb. Dalam Bahasa Arab kita tidak menemukan hal-hal semacam itu, tak ada pengklasifikasian bahasa menurut hirarki dan juga tak ada pemanggilan hirarkis nama seseorang seperti Mas Irza, Dik Irza, Bapak Irza, Mbah Irza dsb. Jika orang arab ingin memanggil Irza, maka cukup dengan namanya saja atau nama laqob (julukan) semisal Abu Zaydin (ayah Zayd) atau Ibnu Zaydin (anaknya Zayd). Biasanya dalam pemanggilan seseorang, orang arab sering menyebut nama anak atau bapak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya mereka, nasab atau keturunan sangatlah penting dan mereka amat menjunjung tinggi hal tersebut. inilah salah satu gambaran kecil dimana budaya sangat berpengaruh dalam konteks bahasa, sehingga gramatikal atau pola kebahasaan antara satu bangsa dengan bangsa yang lain berbeda-beda begitu juga antara bahasa kita dan Bahasa Arab.

e.    Budaya Gender dalam Bahasa Arab.
Kata gender berasal dari Bahasa Inggris yang berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang nampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelasakan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 
Konsep gender sering kita temukan dalam Bahasa Arab atau tepatnya dalam susunan gramatikalnya. Kita sering menjumpai pembedaan antara kata yang sifatnya laki-laki atau mudzakkar dengan kata yang sifatnya perempuan muannats baik itu kata benda atau isim dan kata kerja atau fi’il. Hal ini tentu berbeda dengan Bahasa kita entah Jawa ataupun Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut, maka penulis ingin sedikit mengomparasikan antara Bahasa Arab dan bahasa kita baik itu Indonesia ataupun Jawa dalam konteks gender. Jika kita memakai kaidah bahwa “Bahasa adalah cermin budaya”, maka akan kita temukan bahwa pandangan orang-orang Arab dan pandangan kita orang-orang Indonesia atau Jawa dalam konteks gender ternyata berbeda. Gender dalam paradigma maupun epistem kita tentunya tidak sama dengan paradigma orang arab. Orang arab begitu membedakan antara laki-laki dan perempuan sehingga berimbas pada pembedaan yang mendasar antara laki-laki dan perempuan dalam segi tata bahasa. Dalam sejarahnya, budaya arab menganggap bahwa laki-laki identik dengan keperkasaan dan kekuatan, sedangkan perempuan identik dengan sifat lemah dan kelembutan. Parahnya, pada masa jahiliyyah jika ada seseorang melahirkan bayi perempuan maka seketika akan dikubur secara hidup-hidup. Sampai akhirnya rasulullah datang dengan ajarannya dan mengangkat derajat perempuan sebagaimana mestinya.
Namun, perlu dicatat bahwa perubahan yang dibawa rasulullah meskipun signifikan artinya mampu mengubah moral orang arab, ternyata perubahan yang dilakukan beliau tidak sampai pada ranah kebahasaan atau tata Bahasa Arab. Karena, misi rasulullah adalah menyempurnakan etika yang dengannya dicapai suatu kedamaian. Maka rasulullah tidak menyamakan antara laki-laki dan perempuan, karena keduanya memiliki peran dan juga psikis yang berbeda. Sadar akan perbedaan tersebut, rasulullah tidak menjadikan perbedaan sebagai suatu tembok pemisah antara satu hal dengan hal lain yang pada akhirnya menimbulkan diskriminasi dan marginalisasi bagian yang berbeda. Akan tetapi rasulullah dengan misi menyempurnakan etika dan membawa perdamaian menyejajarkan keduanya dan mengharmonisasi keduanya meski berbeda dalam satu wadah yang sama sehingga dapat hidup berdampingan saling mengisi dan berintegrasi.
 Dalam konteks tata Bahasa Arab, perempuan atau muannats memiliki porsi yang sama dengan laki-laki atau mudzakkar, sama-sama bisa masuk pada kata benda atau isim maupun kata kerja atau fi’il. Keduanya dibedakan untuk alasan identifikasi, karena laki-laki dan perempuan dari segi biologis atau psikologis tidak sama.  Tujuan diciptakannya perbedaan adalah agar manusia dengan perbedaan dapat hidup dengan harmonis serta saling mengenal satu sama lain sehingga mencapai equilibrium yang indah dalam kehidupan. Laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda. Laki-laki menjadi pemimpin dan perempuan bukan menjadi pemimpin, akan tetapi peran perempuan lebih dari sekedar menjadi pemimpin. Di luar itu semua, laki-laki dan perempuan adalah sama yaitu sama-sama manusia. Pandangan budaya kita dengan budaya Arab berbeda dan hal tersebut terejawentahkan dalam perbedaan tata bahasa Arab dan bahasa kita.

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar