Senin, 15 Februari 2016

"Jangan Remehkan Mereka Yang Istiqamah Dalam Kebaikan" (Petuah Syekh Ibn 'Athaillah)

“Ketika kau melihat seorang hamba, yang dianugerahi Allah dengan adanya wirid-wirid serta diberik kekuatan untuk melanggengkan wirid-wiridnya (wirid: dzikir yang dilanggengkan), maka jangan sekali-sekali engkau meremehkan apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Sebab, engkau tidak betul-betul tahu tanda-tanda kearifan yang ada dalam dirinya. Maka alasan engkau meremehkannya lantaran (dalam pandanganmu) ia tidak memiliki tanda-tanda kearifan, tidak pula memiliki cahaya cinta, bukanlah sesuatu yang pasti (karena engkau hanya mengetahui luarnya, sedang batinnya hanya Allah yang tahu). Maka seandainya tidak ada Dzat yang menganugerahinya wirid, dia tidak akan langgeng menjalankan wiridnya (maksudnya: ada sebab atau kekuatan Sang Maha Kuat yang telah menggerakkannya, maka jangan engkau meremehkannya).”
[Ibn ‘Athaillah; Al-Hikam]

Suatu ketika, Syekh Ali Jum’ah Mufti Mesir bertanya kepada salah seorang muridnya: “Hai muridku, apakah engkau selalu melanggengkan wiridmu?”
Murid beliau menjawab: “Iya guru. Tetapi ada masalah ekonomi yang selalu menimpaku, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial.”
Syekh Ali Jum’ah menjawab: “Jangan merasa susah. Istiqamahkan saja wiridmu. Hal-hal yang demikian adalah rintangan yang mengganggumu supaya tidak istiqamah. Ingatlah bahwa istiqamah sungguh lebih baik dari seribu karamah (kemuliaan).”
Kemudian Syekh Ali Jum’ah bercerita bahwasanya dahulu, ada seorang Syekh Al-Azhar bernama Syekh Muhammad Rasyid, seorang professor dalam bidang tafsir sekaligus pemimpin para ulama di zamannya, pada waktu mudanya pernah bertemu dengan Syekh Muhammad Amin Baghdad. Waktu itu, usia Syekh Amin Baghdad di atas tujuh puluh tahun. Pertemuan dengan Syekh Amin tersebut membuat Rasyid muda menghadap Syekh Ahmad Mursi yang merupakan guru beliau, untuk meminta izin supaya bisa melanjutkan belajarnya kepada Syekh Amin Baghdad.
Syekh Mursi: “Kesinilah anakku. Katakanlah, kepada siapa engkau akan melanjutkan belajarmu?”
Rasyid muda: “Mengapa engkau bertanya demikian duhai guruku?”
Syekh Mursi: “Aku melihat dalam dirimu terdapat cahaya yang, semakin hari semakin tampak jelas berpijar.”
Rasyid muda: “Aku akan pergi belajar kepada Syekh Amin Baghdad.”
Seketika Syekh Mursi menjawab: “Pergilah bersamaku. Aku juga ingin mengunjungi Syekh Amin.”
Ketika Syekh Mursi bertemu Syekh Amin Baghdad, beliau pun berkata kepadanya: “Duhai Syekh, aku sudah tua. Dan aku ingin melakukan sesuatu di sisa umurku sebelum maut menjemputku.”
Syekh Amin Baghdad: “Apakah engkau memiliki amalan yang langgeng?”
Syekh Mursi: “Aku tidak punya amalan yang langgeng, kecuali shalat malam dua rekaat yang telah kulakukan selama 50 tahun tanpa ada seorang pun yang tahu. Tidak istriku, tidak anak-anakku, sama sekali tidak ada yang tahu.”
Syekh Amin: “Bagus!”
Kemudian Syekh Amin mengajak Syekh Mursi ke kediamannya. Rumah beliau memiliki 6 kamar khusus untuk kitab.
Syekh Mursi: “Syekh Amin, apakah engkau membaca seluruh kitab-kitab ini?”
Syekh Amin: “Tentu tuan. Setiap kitab baru yang datang kepadaku, kutaruh di luar ruangan. Tidak akan kumasukkan ke dalam kamar kitab kecuali aku telah selesai membacanya.”
Syekh Mursi: “Lantas, kapankah hatimu berdzikir kepada Allah Syekh, sementara waktumu telah habis untuk membaca?”
Syekh Amin terdiam, kemudian berkata: “Sampai sekarang, aku tidak tahu kapan hatiku mengingatNya.”
Setelah bertamu kepada Syekh Amin Baghdad, tiba-tiba Syekh Mursi berkata kepada Rasyid: “Hai anakku, demi Allah, aku merasa bahwa Syekh Amin telah meletakkan sesuatu dalam hatiku. Seakan-akan jemarinya meraba-raba hatiku.”
Dari kisah di atas, kita bisa belajar bahwa ketika Allah memberikan anugerah kelanggengan dalam kebaikan seperti: beribadah, membaca, belajar dsb kepada hamba, maka kita tidak boleh meremehkannya. Karena di dalam langgengnya kebaikan yang dilakukan hamba tersebut, terdapat Allah Sang Maha Wujud yang membuatnya mampu istiqamah dalam kebaikan, sekalipun dhahirnya tidak seperti seorang ‘alim atau tidak nampak seperti hamba yang selalu berdzikir kepadaNya. Andai tanpa Allah, maka mereka tidak akan bisa melakukannya.
sumber:
Ibn Athaillah, al-Hikam
Syekh Ali Jum'ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar