Selasa, 09 Februari 2016

"Mbah Sahal & Syekh Yasin, Para Kyai Yang Khumul"


Dalam acara pemberian ijazah hadits musalsal (Sebuah hadits yang dalam sanadnya antara satu perawi dengan perawi setelahnya melakukan hal yang sama, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun keduanya) kepada Mutakharrijin 2007, Mbah Sahal bercerita tentang kronologi bagaimana beliau mendapat hadits-hadits musalsal itu dari Syekh Yasin ulama ahli sanad asal Kota Padang.
Mbah Sahal mulai mengenal Syekh Yasin melalui karya-karyanya ketika beliau masih mondok di Sarang dibawah asuhan Kyai Zubair ayahanda Mbah Maimun Zubair. Membaca karya-karya Syekh Yasin membuat Mbah Sahal terkagum-kagum kepada beliau, sehingga beliau terdorong untuk mengirim surat kepada Syekh Yasin yang pada waktu itu bermukim di Mekkah. Mbah Sahal kaget karena surat yang beliau kirim di kala beliau masih belia itu mendapat balasan dari Syekh Yasin ulama internasional yang tidak diragukan lagi integritas dan kapabelitasnya. Kemudian berlangsunglah murasalah (surat-suratan) antara Syekh Yasin dan Mbah Sahal selama beberapa tahun. Pada suatu ketika, Kyai Baidlowie Lasem yang merupakan salah satu murid Syekh Yasin sowan ke Mekkah untuk menghadap gurunya. Syekh Yasin bertanya kepada Kyai Baidlowie apakah beliau mengenal Sahal putra Kyai Mahfudz Kajen? Seketika Kyai Baidlowie kaget karena ulama sekelas Syekh Yasin menanyakan seorang santri yang masih remaja yang waktu itu masih mondok di Sarang.
Murasalah antara Syekh Yasin dan Mbah Sahal masih berlangsung meskipun Mbah Sahal sudah menikah dengan Bunyai Nafisah. Dan anehnya, beliau berdua masih belum pernah bertemu dan bertatap muka satu sama lain. Hingga akhirnya Mbah Sahal berangkat haji untuk pertama kali, dan pada waktu itu haji masih menggunakan kapal. Sesampainya di pelabuhan, Syekh Yasin sudah menanti dan menanyai setiap penumpang yang keluar dari kapal, أأنت سهل? Apakah kamu Sahal putra Kyai Mahfudz? Beberapa kali Syekh Yasin salah menebak, hingga akhirnya beliau benar-benar bertemu dengan murid yang tak pernah beliau ketahui wajah-rupanya selama beberapa tahun. Seketika, Syekh Yasin mengijazahkan sebuah hadits musalsal yang pertama kali beliau dengar dari ayahandanya sekaligus gurunya Syekh Isa Padang dari guru ayahandanya sampai perawi pertama yaitu Sahabat Abdullah bin 'Amr bin 'Ash dari Kanjeng Rasul hadits musalsal itu juga merupakan hadits pertama yang sahabat Abdullah dengar dari Kanjeng Rasul. Berikut adalah haditsnya:
الرّاحمون يرحمهم الرّحمن تبارك وتعالى. إرحموا من في الأرض يرحمكم من في السّماء.
“Orang-orang yang berbelas kasih (kepada siapapun) akan disayang Tuhan Sang Maha Penyayang. Sayangilah semua makhluk yang ada di bumi, niscaya kamu semua akan disayangi semua makhluk di langit.”
Anehnya, Mbah Sahal yang mendengarkan hadits musalsal bil-awwaliyyah dari Syekh Yasin itu seketika hafal hadits sekaligus para perawinya sampai kepada Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم. Mbah Sahal juga menceritakan keheranan beliau ketika beliau diijazahi hadits musalsal bil-buka’ (hadits yang diriwayatkan sejak perawi pertama hingga perawi terakhir dalam keadaan menangis). Beliau heran sewaktu diijazahi, Syekh Yasin menangis dan Mbah Sahal pun tiba-tiba menangis. Guru dan murid benar-benar larut menyatu. Syekh Yasin menemukan murid yang sangat tepat untuk mewariskan ilmunya, begitupun Mbah Sahal menemukan guru yang benar-benar tepat untuk mencapai puncak keilmuannya.
Mbah Sahal tinggal bersama Syekh Yasin dalam rentang waktu sekitar 1-2 bulanan. Komentar beliau tentang Syekh Yasin: “شيخ ياسين هو رجل خامل الذّكر”. Syekh Yasin adalah seorang yang sederhana dan tidak ingin terkenal. Beliau membantu istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencuci, memasak dan bahkan beliau sering pergi ke pasar untuk membeli keperluan rumah tangga. Seorang ulama internasional yang masyhur akan keilmuan dan pengetahuannya tentang agama ini memilih untuk hidup sederhana sebagaimana yang diajarkan Kanjeng Rasul. Dilihat dari fotonya saja terlihat bahwa beliau memang tidak suka hidup bermewah-mewah dunia. Justru dengan kesederhanaan inilah beliau dapat membaur dengan masyarakat, sehingga dapat mengabdi sepenuh hayat kepada masyarakat dengan tanpa sekat. Kesederhanaan Syekh Yasin inilah yang dalam bahasa Bung Karno "menitis" kepada Mbah Sahal.
Pada suatu ketika, Kanjeng Rasul bersabda kepada para sahabat (hadits ini dibacakan Abah Zaki sewaktu khuthbah Jum'at dimana Mbah Sahal disareaken): "Hidupku baik untuk kalian. (Karena) Aku bisa menceritakan sesuatu kepada kalian, begitupun kalian bisa menceritakan sesuatu padaku. Pun wafatku baik untuk kalian. (Karena) Semua amal kalian akan diperlihatkan padaku. Jika kalian berbuat baik, maka aku akan bersyukur kepada Tuhan. Dan jika kalian berbuat buruk, maka aku akan memintakan ampunan untuk kalian". Pikirku, Mbah Sahal pun demikian. Semua kelakuan santri-santri beliau akan diperlihatkan kepada beliau. Jika berkelakuan baik, akan didoakan semakin baik. Dan jika berkelakuan buruk, akan dimintakan ampunan dan tuntunan agar ditunjukkan kepada yang baik-baik. Semoga dan semoga, sejelek-jelek kita, Mbah Sahal masih mau mengakui kita sebagai santrinya.
Duhai maha guru,
Aku ingin menjadi angin yang menerbangkan wangimu ke segala penjuru.
Aku ingin menjadi bumi yang engkau pijak, agar kemanapun engkau menjejak, aku dapat bersamamu dengan penuh bijak.
Aku ingin menjadi tanah yang engkau ludah, agar hidup-matiku, raga-sukmaku, selalu terarah dan berhujan berkah.
Lahum al-Fatichah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar